Teknologi
Rumah Hemat Energi
Jepang mengalami masalah kekurangan
energi amat berat, setelah terjadinya bencana atom di Fukushima. Kini kesadaran
akan rumah hemat energi semakin meningkat.
Sejauh
ini, warga Jepang belum menaruh perhatian serius pada pembangunan rumah yang
hemat energi. Sejak dua tahun belakangan rumah hemat energi dengan standar
Jerman yang disebut rumah passiv mulai diperkenalkan di Jepang.
Kesadaran
lingkungan warga Jepang kini semakin meningkat, seiring dengan kenyataan
semakin mahal dan rumitnya penyediaan energi. Terutama setelah pembangkitan
energi atom yang murah menimbulkan masalah besar, akibat bencana atom di
Fukushima, semakin disadari kebutuhan akan rumah yang lebih hemat energi.
Rumah-rumah hemat energi model Jerman yang dijuluki rumah passiv, kini mulai
menarik perhatian warga Jepang.
Yang disebut rumah passiv adalah
bangunan yang temperaturnya tetap optimal baik di musim panas maupun di musim
dingin. Prinsip dasarnya adalah manajemen panas, yakni dengan mencegah
kehilangan panas dan mengoptimalkan sirkulasinya. Panasnya diperoleh dari alam,
biasanya dari sinar matahari yang masuk lewat jendela atau dari radiasi panas
penghuni dan peralatan rumah tangga.
Arsitek perempuan dari Jepang, Miwa
Mori yang sejak dua tahun terakhir membangun rumah hemat energi model Jerman di
Jepang, menjelaskan prinsip dasar rumah passiv. "Prinsipnya, adalah
sebanyak mungkin memasukkan energi lewat jendela ke dalam ruangan. Untuk itu
diperlukan isolasi panas di dinding, material penyimpan panas, jendela kualitas
bagus agar di musim panas juga bersirkulasi udara segar.“
Arsitek
Miwa Mori, yang berusia 34 tahun, sekitar 12 tahun lalu mendapat beasiswa dari
Dinas Pertukaran Akademik Jerman DAAD untuk melanjutkan pendidikannya di kota
Suttgart Jerman, setelah ia menamatkan kuliahnya di Jepang. Saat ini di kota
Ishioka, sekitar 100 km dari Tokyo, bersama pengusaha pembangunan perumahan
lokal Keiichi Shimada, Mori mewujudkan gagasannya, membangun sebuah rumah
passiv model Jerman.
Memang
rumah hemat energi semacam itu, memerlukan biaya pembangunan lebih mahal
dibanding rumah biasa. Akan tetapi, biayanya kemudian dapat dikompensasi dengan
ongkos energi yang 80 persen lebih hemat dan murah. Selain itu iklim di dalam
rumah lebih sehat karena dibangun secara ekologis.
Di pintu masuk model rumah passiv di
kota Ishioka itu, masih berlaku tradisi Jepang, yakni para pengunjung harus
menanggalkan sepatunya. Ketika masuk rumah, pandangan akan tertuju pada ruang
terbuka di ruang keluarga di lantai dasar hingga ke lantai pertama. Pengusaha
pembangunan perumahan lokal, Shimada, ingin memperoleh keuntungan cukup besar
dari pembangunan rumah passiv gaya Jerman ini. Karena itulah, agar pelanggan
Jepang mengerti apa rumah hemat energi dengan standar Jerman, ia membangun
rumah contoh bersama arsitek Mori.
Di lantai dasar, Shimada membangun
satu unit dapur cukup lebar di dinding bagian belakang. Ruangan di depannya
dapat digunakan untuk meletakkan meja dapur. Sebuah tangga spiral menghubungkan
lantai dasar dengan lantai atas yang dirancang seperti galeri. Di lantai atas
terdapat tiga kamar tidur. Bagian dalam rumah nyaris semuanya dibuat dari kayu.
Terutama kayu cendana Jepang yang memainkan peranan penting bagi pengusaha
Shimada, yang ingin menggunakan material kayu khas dari Jepang untuk membangun
rumah hemat neregi. “Ini rumah passiv pertama di dunia yang dibangun
menggunakan kayu cendana Jepang,“ papar Miwa Mori.
Miwa
Mori mengakui, ketika kuliah jurusan arsitektur di universitas Jepang, ia
samasekali tidak pernah mendapat mata kuliah mengenai prinsip penyekat panas
dan pembangunan rumah hemat energi. Barulah ketika melanjutkan kuliah di
Jerman, Mori menyadari bahwa gagasan rumah hemat energi sudah menyebar luas.
Semasa
melanjutkan kuliahnya di Jerman, arsitek ini juga mempelajari norma standar
rumah hemat energi yang disebut rumah passiv. Ia juga sekaligus mengembangkan
gagasan pembangunan rumah yang ekologis. Di rumah-rumah semacam itu, energi
yang berasal dari alam, seperti energi surya serta mekanisme pertukaran udara
secara alami, dimanfaatkan secara optimal. Persyaratan lainnya, rumah-rumah itu
harus memiliki isolasi panas yang cukup bagus.
Mori mengungkapkan pengalamannya,
„Saya harus merancang bagian depan rumah. Tapi tanpa pengetahuan isolasi panas
saya tidak bisa bekerja. Kemudian saya mendapat informasinya dan berkenalan
dengan prinsip rumah passiv. Sejak saat itu saya berusaha dapat membawa prinsip
bagus ini ke Jepang.”
Mori
bersama suaminya, yang berasal dari Jerman, kini membuka biro arsitek di Jepang
yang terutama memfokuskan diri pada pembangunan rumah hemat energi atau rumah
passiv berstandar Jerman. Ia merupakan perintis di bidang pembangunan rumah
hemat energi di Jepang. Sejauh ini Mori baru dapat mewujudkan pembangunan dua
unit rumah hemat energi di Jepang. Tapi sejumlah proyek lainnya sedang
berjalan.
Sejak
gempa bumi hebat dan bencana atom dahsyat di Fukushima, yang memicu krisis
energi di Jepang, semakin terasa minat warga Jepang akan rumah hemat energi
terus bertambah. Banyak warga Jepang yang untuk pertama kalinya berpikir
mengenai penghematan energi. Dengan rumah hemat energi berstandar Jerman, kini
warga Jepang dapat menghemat energi sekaligus tinggal di rumah yang lebih
nyaman.
Silke Ballweg/Agus Setiawan
Editor: Carissa Paramita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar